Tuesday, March 17, 2015

Sejarah Perkembangan Islam di Nusa Tenggara Timur

sejarah perkembangan islam di nusa tenggara timur
Menurut beberapa sumber, agama Islam pertama kali memasuki Nusa Tenggara Timur pada abad ke-15 yang dibawa oleh para pedagang dan ulama tepatnya di Pulau Solor, Flores Timur. Penyebaran agama Islam ini pertama kali dilakukan seorang ulama pedagang dari Palembang yang bernama Syahbudin bin Salman Al Faris yang kemudian dikenal dengan sebutan Sultan Menanga. Daerah selanjutnya yang dimasuki Islam adalah Ende, Alor, seluruh Flores, Timor, dan Sumba. Mengenai pola pendekatan penyebar agama Islam di NTT asal Palembang Syahbudin bin Salman Al Faris menggunakan pendekatan kekeluargaan dan memegang tokoh-tokoh kunci daerah setempat.

Berikut beberapa pendapat tentang sejarah masuknya islam di nusa tenggara timur :

Menurut Abdul Kadir G. Goro dalam sebuah thesisnya yang berjudul “Sejarah Perkembangan Agama Islam di Kabupaten Kupang” (1977), Sejarah masuknya agama Islam di Kupang erat hubungannya dengan penyebaran agama Islam di Indonesia. Dari Ternate, Islam meluas meliputi pulau-pulau di seluruh Maluku, dan juga daerah pantau timur Sulawesi.

Seorang peneliti dan penulis buku tentang sejarah Islam di NTT,  Munandjar Widiyatmika di Kupang, Selasa mengatakan bahwa “Dari sumber-sumber sejarah yang berhasil saya himpun, agama Islam masuk pertama kali di pulau Solor di Menanga pada abat ke-15 kemudian ke Ende dan Alor,” katanya dalam suatu wawancara terkait masuknya agama Islam pertama di NTT.

Beliau juga berpendapat bahwa Solor menjadi daerah pertama penyebaran agama Islam di NTT karena letaknya strategis dengan bandar-bandar penting di Pamakayo, Lohayong, Menanga dan Labala, sangat penting bagi kapal yang menunggu angin untuk melanjutkan pelayaran ke Pulau Timor dan Maluku, demikian pula di Ende dan Alor.

“Masuknya agama Islam ini dibawa oleh pedagang sehingga sangat wajar kalau penyebarannya dilakukan mulai di sekitar bandar-bandar startegis yang banyak dikunjungi para pedagang Islam dari luar, dan Solor adalah daerah peristirahatan sebelum ke pusat penghasil cendana di Pulau Timor,” katanya. Bahkan ketika itu Portugis sendiri membangun benteng di Pulau Solor karena Solor merupakan daerah yang paling tepat untuk berisiraharat sambil melanjutkan perjalanan ke Pulau Timor.

Sultan Menanga kawin dengan  seorang puteri raja Sangaji Dasi dan menjadi orang pertama yang memeluk agama Islam di NTT dan kemudian diikuti anggota keluarganya. Artinya, berkat pengaruh Sangaji Dasi, keluarga dan pengikutnya dengan mudah diajak menjadi pemeluk agama Islam. Bahkan untuk kepentingan pengembangan agama Islam di Solor, Sultan Menanga kemudian ditempatkan di perbatasan antara kerajaan Lamakera dan Lohayong dan berhasil membangun kampung muslim pertama di Menanga. Dari situlah agama Islam kemudian tersebar ke daerah lain seperti Alor, dan seluruh Flores, Timor dan Sumba.

Sejak masuknya agama Islam di NTT sampai abat ke-16, para pembawa agam islam belum tergerak mewujudkan lembaga sosial keagamaan Islam dan lembaga pendidikan Islam sebagai penunjang penyebaran agama Islam. Hal ini berbeda dengan penyebaran agama Islam di pulau Jawa yang tidak saja ditunjang para wali dan ulama tetapi juga sistem pendidikan di Pondok Pesantren.

Perkembangan agama Islam di NTT sejak abad ke 16

Pada abad ke-16 muncul Kerajaan Gowa yang berasal dari Sulawesi selatan. Pengislaman dari Jawa disini tidak begitu berhasil, akan tetapi berkat usaha seorang ulama asal Minangkabau pada awal abad ke-17, raja Gowa itu akhirnya memeluk agama Islam juga. Nah, atas kegiatan orang-orang Bugis, maka Islam masuk pula di Kalimantan Timur dan Sulawesi Tenggara, juga beberapa pulau di Nusa Tenggara.
Dengan meluasnya kekuasaan Kerajaan Tallo dan Goa di Nusa Tenggara Timur, maka masuklah agama Islam di Nusa Tenggara Timur. Selain pengaruh dari Sulawesi Selatan, masuknya agama Islam di NTT disebabkan pula oleh masuknya orang-orang yang beragama Islam dari Ternate – Maluku ke daerah ini.
Menurut cerita rakyat di Pulau Alor, pembawa agama Islam yang pertama ke Pulau Alor adalah “Djou Gogo”, Kima Gogo, Salema Gogo, Iyang Gogo, Abdullah dan Muchtar yang berasal dari Ternate-Maluku.

Setelah masuknya agama Islam ke Pulau Solor sekitar abad ke XVI, maka dengan perantaraan orang-orang yang beragama Islam dari Solor, agama Islam masuk ke Batu Besi Kupang sekitar tahun 1613.
Melalui komunikasi laut, agama Islam berhasil dikembangkan di daerah-daerah pesisir Kabupaten Kupang yang strategis letaknya, sehingga terbentuknya masyarakat Islam di Kupang pada mulanya terjadi di daerah-daerah pesisir.

Dalam catatan sejarawan, masyarakat Islam yang berada di pesisir Pulau Timor telah muncul di Kupang, Toblolong (Kecamatan Kupang Barat), Sulamu (Kecamatan Kupang Timur), dan Naikliu (Kecamatan Amfoang Utara), Babau (Kecamatan Kupang Timur). Di tempat inilah, para nelayan, pelayar, dan pedagang menyinggahi dan menetap di daerah-daerah ini. Perkampungan Islam juga terbentuk di Pulau Sabu (Kecamatan Sabu Barat) di daerah pesisir.

Bila diurai satu per satu, Toblolong merupakan daerah pesisir yang strategis, karena letaknya sebagai jembatan penghubung antara Kupang dan Pulau Rote. Sebelum menyebrang ke Rote, para pendakwah yang juga pelayar dan pedagang terlebih dulu singgah di Toblolong untuk mempersiapkan perbekalan atau menunggu keadaan angin dan arus yang memungkinkan mereka untuk meneruskan pelayaran. Akibatnya, orang Islam yang singgah di daerah ini – kabarnya orang-orang Islam dari Solor-Lamakera -- menetap di Toblolong sekitar tahun 1.900, hingga terbentuklah masyarakat Islam di wilayah ini.
Adapun terbentuknya masyarakat Islam di Sulamu, berawal dari para nelayan yang beragama Islam dari Kaledupa yang memasuki daerah Sulamu sekitar tahun 1918, hingga terbentuklah masyarakat Isla di Sulamu.

Ihwal terbentuknya masyarakat muslim di Babau, bermula setelah masuknya para nelayan yang beragama Islam (berasal dari Pulau Butung-Sulawesi) untuk menangkap ikan ke daerah ini. Kemudian masuklah pedagang-pedagang Bugis, Makasar dan Solor untuk berniaga.

Masuknya Ahmad Horsan ke Tainbira untuk berniaga dan berdakwah, pada tahun 1952, ia berhasil mengislamkan masyarakat Tainbira. Begitupula, masyarakat Islam terbentuk di Camplong sekitar tahun 1955, setelah menetapnya Hamid dan Mahmud  yang datang untuk mencari nafkah. Masyarakat Islam juga terbentuk di Takari sejak 1955, saat masuknya keluarga Aqlis untuk membeli hewan untuk diperdagangkan. Sedangkan masyarakat Islam di Naikliu terbentuk ketika para pedagang dari Sulawesi memasuki wilayah ini sekitar tahun 1975.

Sejarah Singkat Hadirnya Agama Islam di Kupang

Sejak jaman penjajahan ketika terjadi peperangan antara Belanda dan Portugis, Belanda mendatangkan pasukan dari berbagai daerah. Diantaranya penduduk daerah yang didatangkan ke Kupang adalah penduduk dari Solor. Mereka pada umumnya beragama Islam. Diantara penduduk yang datang dari Solor terdapat seorang tokoh bernama Atu Laganama (1749-1802) yang aktif dalam menyebarkan agama Islam dengan mendirikan madrasah dan menjadi imam di Kampung Solor, Batu Besi (mungkin nama lain dari Fatubesi) Kedudukan sebagai imam pada tahun 1802 digantikian oleh Sangaji Susan. Di samping penduduk dari Solor, pada tahun 1772 datang seorang dari Benggala ke Kupang, bernama Abdulrachman. Ia bersama Atu Laganama membangun masjid pertama di Batu Besi. Pada waktu itu di Kupang telah ada + 300 orang Islam (Goro, 1977:78).

Masjid pertama itu kemudian dipindahkan ke dekat toko Cong Ah. Pada Tahun 1912 didirikan pula masjid Kampung Solor (tampak pada foto di atas), terletak dekat Hotel Abdulrachman. Yang menjadi imam pertama Burhan bin Banit. Pada Tahun 1953 masjid tersebut direnovasi atas prakarsa Bai Kadi, A. Arba dan Mahyun Amaradja. Dari Kampung Solor, umat Islam mulai tersebar ke Bonipoi dan Airmata. Pemimpin Desa Airmata pada mulanya adalah Imam Sanga. Setelah meninggal ia diganti oleh puteranya yang bernama Sya'ban bin Sanga, Sya'ban bin Sanga memulai merintis pembangunan masjid Airmata Kupang pada Tahun 1812. Umat Islam di Airmata semakin berkembang dengan kedatangan tokoh dari luar Airmata. Pada Tahun 1825-1830 telah datang Pangeran Surya Mataram. Demikian pula Syeh Syarif Abu Bakar bin Abdulrachman Algadri dari Pontianak. Ia disingkirkan oleh Belanda ke Sumba kemudian ke Kupang akibat perdagangan budak. Pada Tahun 1886 ia menetap di Desa Airmata sampai wafatnya 1897. Syeh Syarif Abubakar bin Abdulrachman Algadri merupakan leluhur keturunan Arab di Desa Airmata. 

Pada Tahun 1860 pernah datang pula dua orang dari Pulau Bangka bernama Dipati Amir Bahrein dan Dipati Hamzah Bahrein. Mereka disingkirkan Belanda ke Kupang karena terlibat dalam perlawanan di Gunung Maras. Di Kupang mereka aktif menyebarkan agama Islam dan berhasil mendirikan sebuah masjid di Desa Bonipoi, Kupang. (Leiriza, 1983: 39-40).

Di samping tokoh-tokoh tersebut pernah pula datang ke Kupang dari Banten K.H. Muhammad Arsad bin Alwan, K.H. Agus Salam dan H. Mansyur yang diasingkan pemerintah Belanda ke Kupang karena terlibat pemberontakan di Cilegon Tahun 1886-1892. Pada Tahun 1917 mereka dibebaskan dan kembali ke Banten setelah menetap 25 Tahun di Kupang dan aktif pada bidang keagamaan. (Leiriza, 1983:40-41).

Referensi :
http://beritasore.com/2009/09/09/agama-islam-masuk-ntt-pada-abad-15/
http://www.voa-islam.com/news/indonesiana/2011/11/22/16778/menengok-saudara-minoritas-di-perkampungan-muslim-kupang/
http://wilson-therik.blogspot.com/2012/03/sejarah-singkat-hadirnya-agama-islam-di.html

No comments:

Post a Comment