Tuesday, March 10, 2015

Sejarah Kerajaan Islam Kesultanan Ternate - Maluku

sejarah kerajaan islam kesultanan ternate-maluku
Ngara Lamo
Pintu Gerbang Kesultanan Ternate Tahun 1930an
foto : wikipedia
Sejarah Kerajaan Islam Kesultnan Ternate – Maluku. Kesultanan Ternate atau Kerajaan Gapi adalah kerajaan islam yang terletak di kepulauan Maluku. Kerajaan ini merupakan salah satu kerajaan tertua di nusantara dan salah satu dari 4 kerajaan islam di Maluku. Didirikan oleh Baab Mashur Malamo pada tahun 1257. Masa kejayaan kesultanan ini sekitar abad ke 16 berkat perdagangan rempah-rempah dan memiliki kekuatan militer yang cukup kuat. Di masa jaya kekuasaannya membentang mencakup wilayah Maluku, Sulawesi bagian utara, timur dan tengah, bagian selatan kepulauan Filipina hingga sejauh Kepulauan Marshall di Pasifik. Kesultanan Ternate memiliki peran penting di kawasan timur Nusantara antara abad ke-13 hingga abad ke-17. Ternate berkembang dari sebuah kerajaan yang hanya berwilayahkan sebuah pulau kecil menjadi kerajaan yang berpengaruh dan terbesar di bagian timur Indonesia khususnya Maluku.

Baca Juga : Sejarah Kerajaan Islam Kesultanan Tidore

Sejarah Pendirian

Dahulu pulau ternate disebut dengan pulau Gapi. Pulau ini mulai ramai di awal abad ke-13. Penduduk Ternate awalnya merupakan warga eksodus dari Halmahera. Sebelum menjadi sebuah kerajaan di Ternate terdapat 4 kampung yang masing - masing dikepalai oleh seorang momole (kepala marga). Merekalah yang pertama–tama mengadakan hubungan dengan para pedagang yang datang dari segala penjuru mencari rempah–rempah. Penduduk Ternate semakin heterogen dengan bermukimnya pedagang Arab, Jawa, Melayu dan Tionghoa.

Ketika aktivitas perdagangan mulai semakin ramai serta munculnya ancaman yang sering datang dari para perompak maka atas prakarsa Momole Guna pemimpin Tobona diadakan musyawarah untuk membentuk suatu organisasi yang lebih kuat dan mengangkat seorang pemimpin tunggal sebagai raja disinilah awal terbentuknya kerajaan ternate.

Hasil musyarawah tersebut akhirnya menentukan Momole Ciko pemimpin Sampalu sebagai kolano (raja) pertama dengan gelar Baab Mashur Malamo (1257-1272). Pusat kerajaan Gapi berada di kampong Ternate. Dengan perkembangan yang begitu pesat sehingga penduduk menyebut daerah tersebut sebagai Gam Lamo (Gamalama) atau kampong besar. Dengan perkembangan yang cepat dan terkenalnya kota Ternate, kerajaan Gapi lebih sering disebut dengan Kerajaan Ternate.

Sistem Pemerintahan

Setelah menjadi sebuah kerajaan pimpinan tertinggi dipegang oleh seorang kolano (raja). Sampai pada pertengahan abad ke-15 kerajaan memberlakukan syariat islam. Sultan Zainal Abidin meninggalkan gelar kolano dan menggantinya dengan gelar sultan. Dan Para ulama menjadi figur penting dalam kerajaan.
Selain itu ada jabatan jogugu (perdana menteri) dan fala raha sebagai para penasihat. Fala raha atau empat rumah adalah empat klan bangsawan yang menjadi tulang punggung kesultanan sebagai representasi para momole pada masa lalu, masing–masing dikepalai seorang kimalaha. Mereka yaitu Marasaoli, Tomagola, Tomaito dan Tamadi. Pejabat–pejabat tinggi kesultanan umumnya berasal dari klan–klan ini. Bila seorang sultan tak memiliki pewaris maka penerusnya dipilih dari salah satu klan. Selanjutnya ada jabatan – jabatan lain Bobato Nyagimoi se Tufkange (Dewan 18), Sabua Raha, Kapita Lau, Salahakan, Sangaji dll.

Baca Juga : Sejarah Perkembangan Islam di Kepulauan Maluku

Persekutuan Moloku Kie Raha (Empat Gunung Maluku).

Di Maluku terdapat 5 kerajaan lain yang memiliki pengaruh yaitu Kesultanan Tidore, Kesultanan Jailolo,Kesultanan Bacan, Kerajaan Obi dan Kerajaan Loloda yang merupakan saingan Ternate dalam memperebutkan kekuasaan di Maluku. Ternate lebih cepat pertumbuhan ekonominya berkat perdagangan rempah, dan untuk memperkuat hegemoninya di Maluku, Ternate mulai melakukan ekspansi. Hal ini membuat kerajaan lain di Maluku memandang Ternate sebagai musuh bersama hingga memicu terjadinya perang.

Pada masa pemerintahan Sultan ternate ke-7 Kolano Cili Aiya atau Kolano Sida Arif Malamo (1322-1331) mencoba mengentikan konflik antar kerajaan di Maluku. Ia mengundang raja–raja Maluku yang lain untuk berdamai dan bermusyawarah membentuk persekutuan. Persekutuan ini kemudian dikenal sebagai Persekutan Moti atau Motir Verbond. Tujuan pertemuan ini selain terjalinnya persekutuan adalah penyeragaman bentuk kelembagaan kerajaan di Maluku. Oleh karena pertemuan ini dihadiri 4 raja Maluku yang terkuat maka disebut juga sebagai persekutuan Moloku Kie Raha (Empat Gunung Maluku).

Proses Masuk Islam 

Tidak dapat dipastikan kapan awal agama islam masuk ke ternate. Karena kurangnya sumber yang jelas. Namun diperkirakan sejak awal berdirinya kerajaan Ternate masyarakat Ternate telah mengenal Islam dan terdapat pedagang Arab yang telah bermukim di Ternate. Beberapa raja awal Ternate sudah menggunakan nama bernuansa Islam namun kepastian mereka maupun keluarga kerajaan memeluk Islam masih diperdebatkan. Hanya dapat dipastikan bahwa keluarga kerajaan Ternate resmi memeluk Islam pertengahan abad ke-15.

Penguasa Ternate ke-18 Kolano Marhum (1465-1486 adalah raja pertama yang diketahui memeluk Islam bersama seluruh kerabat dan pejabat istana. Dan sepeninggal kolano marhum beliau digantikan oleh puteranya, Zainal Abidin (1486-1500). Dan pada masa pemerintahan Zainal Abidin beliau meninggalkan gelar kolano dan menggantinya dengan sultan, Islam diakui sebagai agama resmi kerajaan, syariat Islam diberlakukan, dan membentuk lembaga kerajaan sesuai hukum Islam dengan melibatkan para ulama. Langkah-langkahnya ini kemudian diikuti kerajaan lain di Maluku secara total, hampir tanpa perubahan. Ia juga mendirikan madrasah yang pertama di Ternate. Sultan Zainal Abidin pernah memperdalam ajaran Islam dengan berguru pada Sunan Giri di pulau Jawa. Di sana beliau dikenal sebagai Sultan Bualawa (Sultan Cengkih).

Masa Penjajahan

Kedatangan Portugal dan Perang Saudara 

Ternate semakin berkembang pada masa pemerintahan Sultan Bayanullah (1500-1521) dan syariat islampun sudah menjadi system pemerintahan. Rakyatnya diwajibkan berpakaian secara islami. Mereka juga telah mengetahui teknik pembuatan perahu dan senjata yang diperoleh dari orang Arab dan Turki digunakan untuk memperkuat pasukan Ternate. Tahun 1506 datang orang Eropa pertama di Maluku, Loedwijk de Bartomo (Ludovico Varthema).

Bangsa Portugal tiba di Ternate pada tahun 1512 dibawah pimpinan Fransisco Serrao. Mereka mendirikan pos dagang di ternate setelah mendapat izin dari sultan ternate. Namun kedatangan Portugal di ternate bukan hanya untuk berdagang tetapi melainkan untuk menguasai perdagangan.

Sepeninggalan Sultan Bayanullah, beliau meninggalkan pewaris-pewaris yang masih sangat belia. Janda sultan, permaisuri Nukila dan Pangeran Taruwese, adik almarhum sultan bertindak sebagai wali. Permaisuri Nukila yang asal Tidore bermaksud menyatukan Ternate dan Tidore dibawah satu mahkota yakni salah satu dari kedua puteranya, Pangeran Hidayat (kelak Sultan Dayalu) dan pangeran Abu Hayat (kelak Sultan Abu Hayat II). Sementara pangeran Tarruwese menginginkan tahta bagi dirinya sendiri.

Melihat adanya perpecahan dalam kubuh kerajaan Ternate, Portugal memanfaatkan kesempatan ini untuk mengadu domba keduanya hingga pecah perang saudara. Kubu permaisuri Nukila didukung Tidore sedangkan pangeran Taruwese didukung Portugal. Setelah meraih kemenangan pangeran Taruwese justru dikhianati dan dibunuh Portugal. Dan sejak saat itu Gubernur Portugal bertindak sebagai penasihat kerajaan dan dengan pengaruh yang dimiliki berhasil membujuk dewan kerajaan untuk mengangkat pangeran Tabariji sebagai sultan. Tetapi ketika Sultan Tabariji mulai menunjukkan sikap bermusuhan, ia difitnah dan dibuang ke Goa, India. Di sana ia dipaksa Portugal untuk menandatangani perjanjian menjadikan Ternate sebagai kerajaan Kristen dan vasal kerajaan Portugal, namun perjanjian itu ditolak mentah-mentah oleh Sultan Khairun (1534-1570).

Pengusiran Portugal 

Sejak masa sultan Bayanullah, Ternate telah menjadi salah satu dari tiga kesultanan terkuat dan pusat Islam utama di Nusantara abad ke-16 selain Aceh dan Demak setelah kejatuhan Malaka pada tahun 1511. Ketiganya membentuk Aliansi Tiga untuk membendung sepak terjang Portugal di Nusantara. Sultan Khairun bertekad mengusir Portugal dari Maluku. Beliau juga dibantu oleh rakyat yang tidak suka dengan adanya sepak terjang orang-orang Portugal yang ingin menguasai ternate.

Sultan Khairun kemudian mengobarkan perang pengusiran Portugal. Kedudukan Portugal kala itu sudah sangat kuat, selain memiliki benteng dan kantong kekuatan di seluruh Maluku mereka juga memiliki sekutu–sekutu suku pribumi yang bisa dikerahkan untuk menghadang Ternate. Dengan adanya Aceh dan Demak yang terus mengancam kedudukan Portugal di Malaka, Portugal di Maluku kesulitan mendapat bala bantuan hingga terpaksa memohon damai kepada Sultan Khairun. Secara licik gubernur Portugal, Lopez de Mesquita mengundang Sultan Khairun ke meja perundingan dan akhirnya dengan kejam membunuh sultan yang datang tanpa pengawalnya.

Pembunuhan Sultan Khairun semakin mendorong rakyat Ternate untuk menyingkirkan Portugal, bahkan seluruh Maluku kini mendukung kepemimpinan dan perjuangan Sultan Baabullah (1570-1583), pos-pos Portugal di seluruh Maluku dan wilayah timur Indonesia digempur. Setelah peperangan selama 5 tahun, akhirnya Portugal meninggalkan Maluku untuk selamanya pada tahun 1575. Di bawah pimpinan Sultan Baabullah, Ternate mencapai puncak kejayaan, wilayah membentang dari Sulawesi Utara dan Tengah di bagian barat hingga Kepulauan Marshall di bagian timur, dari Filipina Selatan di bagian utara hingga kepulauan Nusa Tenggara di bagian selatan.

Sultan Baabullah dijuluki penguasa 72 pulau yang semuanya berpenghuni hingga menjadikan Kesultanan Ternate sebagai kerajaan Islam terbesar di Indonesia timur, di samping Aceh dan Demak yang menguasai wilayah barat dan tengah Nusantara kala itu. Periode keemasaan tiga kesultanan ini selama abad 14 dan 15 entah sengaja atau tidak dikesampingkan dalam sejarah bangsa ini padahal mereka adalah pilar pertama yang membendung kolonialisme Barat.

Kedatangan Belanda

Sepeninggal Sultan Baabullah, Ternate mulai melemah, Kerajaan Spanyol yang telah bersatu dengan Portugal pada tahun 1580 mencoba menguasai kembali Maluku dengan menyerang Ternate. Dengan kekuatan baru Spanyol memperkuat kedudukannya di Filipina, Ternate pun menjalin aliansi dengan Mindanao untuk menghalau Spanyol namun gagal, bahkan Sultan Said Barakati berhasil ditawan Spanyol dan dibuang ke Manila.

Kekalahan demi kekalahan yang diderita memaksa Ternate meminta bantuan Belanda pada tahun 1603. Ternate akhirnya berhasil menahan Spanyol namun dengan imbalan yang amat mahal. Belanda akhirnya secara perlahan-lahan menguasai Ternate. Pada tanggal 26 Juni 1607 Sultan Ternate menandatangani kontrak monopoli VOC di Maluku sebagai imbalan bantuan Belanda melawan Spanyol. Pada tahun 1607 pula Belanda membangun benteng Oranje di Ternate yang merupakan benteng pertama mereka di nusantara.
Sejak awal hubungan yang tidak sehat dan tidak seimbang antara Belanda dan Ternate menimbulkan ketidakpuasan para penguasa dan bangsawan Ternate. Diantaranya adalah Pangeran Hidayat (15??-1624), raja muda Ambon yang juga merupakan mantan wali raja Ternate ini memimpin oposisi yang menentang kedudukan sultan dan Belanda. Ia mengabaikan perjanjian monopoli dagang Belanda dengan menjual rempah–rempah kepada pedagang Jawa dan Makassar.

Perlawanan Rakyat Maluku dan Kejatuhan Ternate

Sikap Belanda yang kurang ajar dan sikap sultan yang cenderung tunduk pada belanda menimbulkan kekecewaan semua kalangan. Sepanjang abad ke-17, setidaknya ada 4 pemberontakan yang dikobarkan bangsawan Ternate dan rakyat Maluku.

  • Pada tahun 1641 pemberontakan dilakukan oleh raja mudah Ambon Salahakan Luhu
  • Tahun 1650 pemberontakan oleh para bangsawan Ternate. Tiga di antara pemberontak yang utama adalah trio pangeran Saidi, Majira dan Kalamata
  • Pemberontakan yang dilakukan oleh sultan Sibori (1675-1691)

Meski telah kehilangan kekuasaan mereka, beberapa sultan Ternate berikutnya tetap berjuang mengeluarkan Ternate dari cengkeraman Belanda. Dengan kemampuan yang terbatas karena selalu diawasi mereka hanya mampu menyokong perjuangan rakyatnya secara diam–diam. Yang terakhir tahun 1914 Sultan Haji Muhammad Usman Syah (1896-1927) menggerakkan perlawanan rakyat di wilayah–wilayah kekuasaannya, bermula di wilayah Banggai dibawah pimpinan Hairuddin Tomagola namun gagal.

Di Jailolo rakyat Tudowongi, Tuwada dan Kao dibawah pimpinan Kapita Banau berhasil menimbulkan kerugian di pihak Belanda, banyak prajurit Belanda yang tewas termasuk Controleur Belanda Agerbeek dan markas mereka diobrak–abrik. Akan tetapi karena keunggulan militer serta persenjataan yang lebih lengkap dimiliki Belanda perlawanan tersebut berhasil dipatahkan, kapita Banau ditangkap dan dijatuhi hukuman gantung. Sultan Haji Muhammad Usman Syah terbukti terlibat dalam pemberontakan ini oleh karenanya berdasarkan keputusan pemerintah Hindia Belanda, tanggal 23 September 1915 no. 47, Sultan Haji Muhammad Usman Syah dicopot dari jabatan sultan dan seluruh hartanya disita, beliau dibuang ke Bandung tahun 1915 dan meninggal disana tahun 1927.

Pasca penurunan Sultan Haji Muhammad Usman Syah jabatan sultan sempat lowong selama 14 tahun dan pemerintahan adat dijalankan oleh Jogugu serta dewan kesultanan. Sempat muncul keinginan pemerintah Hindia Belanda untuk menghapus Kesultanan Ternate namun niat itu urung dilaksanakan karena khawatir akan reaksi keras yang bisa memicu pemberontakan baru sementara Ternate berada jauh dari pusat pemerintahan Belanda di Batavia.

Warisan Ternate

Imperium nusantara timur yang dipimpin Ternate memang telah runtuh sejak pertengahan abad ke-17 namun pengaruh Ternate sebagai kerajaan dengan sejarah yang panjang masih terus terasa hingga berabad kemudian. Ternate memiliki andil yang sangat besar dalam kebudayaan nusantara bagian timur khususnya Sulawesi (utara dan pesisir timur) dan Maluku. Pengaruh itu mencakup agama, adat-istiadat dan bahasa.

Ternate memiliki peran yang besar dalam upaya pengislaman dan pengenalan syariat-syariat Islam di wilayah timur nusantara dan bagian selatan Filipina. Bentuk organisasi kesultanan serta penerapan syariat Islam yang diperkenalkan pertama kali oleh Sultan Zainal Abidin menjadi standar yang diikuti semua kerajaan di Maluku hampir tanpa perubahan yang berarti.

Keberhasilan rakyat Ternate di bawah Sultan Baabullah dalam mengusir Portugal pada tahun 1575 merupakan kemenangan pertama pribumi nusantara atas kekuatan barat, oleh karenanya Buya Hamka bahkan memuji kemenangan rakyat Ternate ini telah menunda penjajahan barat atas bumi nusantara selama 100 tahun sekaligus memperkokoh kedudukan Islam, dan sekiranya rakyat Ternate gagal niscaya wilayah timur Indonesia akan menjadi pusat kristen seperti halnya Filipina.

Kedudukan Ternate sebagai kerajaan yang berpengaruh turut pula mengangkat derajat bahasa Ternate sebagai bahasa pergaulan di berbagai wilayah yang berada dibawah pengaruhnya. Prof E.K.W. Masinambow dalam tulisannya, "Bahasa Ternate dalam konteks bahasa-bahasa Austronesia dan Non Austronesia" mengemukakan bahwa bahasa Ternate memiliki dampak terbesar terhadap bahasa Melayu yang digunakan masyarakat timur Indonesia. Sebanyak 46% kosakata bahasa Melayu di Manado diambil dari bahasa Ternate. Bahasa Melayu Ternate ini kini digunakan luas di Indonesia Timur terutama Sulawesi Utara, pesisir timur Sulawesi Tengah dan Selatan, Maluku dan Papua dengan dialek yang berbeda–beda.
Dua naskah surat sultan Ternate, dari Sultan Abu Hayat II kepada Raja Portugal tanggal 27 April dan 8 November 1521 diakui sebagai naskah Melayu tertua di dunia setelah naskah Melayu Tanjung Tanah. Kedua surat Sultan Abu Hayat tersebut saat ini masih tersimpan di Museum Lisabon, Portugal.

Daftar Sultan Ternate

Berikut daftar Kolano dan Sultan Kerajaan Ternate

Baab Mashur Malamo (1257 – 1277)
Jamin Qadrat (1277 – 1284)
Komala Abu Said (1284 – 1298)
Bakuku (Kalabata) (1298 – 1304)
Ngara Malamo (Komala) (1304 – 1317)
Patsaranga Malamo (1317 – 1322)
Cili Aiya (Sidang Arif Malamo) (1322 – 1331)
Panji Malamo (1331 – 1332)
Syah Alam (1332 – 1343)
Tulu Malamo (1343 – 1347)
Kie Mabiji (Abu Hayat I) (1347 – 1350)
Ngolo Macahaya (1350 – 1357)
Momole (1357 – 1359)
Gapi Malamo I (1359 – 1372)
Gapi Baguna I (1372 – 1377)
Komala Pulu (1377 – 1432)
Marhum (Gapi Baguna II) (1432 – 1486)
Zainal Abidin (1486 – 1500)
Sultan Bayanullah (1500 – 1522)
Hidayatullah (1522 – 1529)
Abu Hayat II (1529 – 1533)
Tabariji (1533 – 1534)
Khairun Jamil (1535 – 1570)
Babullah Datu syah (1570 – 1583)
Said Barakat syah (1583 – 1606)
Mudaffar Syah I (1607 – 1627)
Hamzah (1627 – 1648)
Mandarsyah (1648 – 1650) (masa pertama)
Manila (1650 – 1655)
Mandarsyah (1655 – 1675) (masa kedua)
Sibori (1675 – 1689)
Said Fatahullah (1689 – 1714)
Amir Iskandar Zulkarnain Syaifuddin (1714 – 1751)
Ayan Syah (1751 – 1754)
Syah Mardan (1755 – 1763)
Jalaluddin (1763 – 1774)
Harunsyah (1774 – 1781)
Achral (1781 – 1796)
Muhammad Yasin (1796 – 1801)
Muhammad Ali (1807 – 1821)
Muhammad Sarmoli (1821 – 1823)
Muhammad Zain (1823 – 1859)
Muhammad Arsyad (1859 – 1876)
Ayanhar (1879 – 1900)
Muhammad Ilham (Kolano Ara Rimoi) (1900 – 1902)
Haji Muhammad Usman syah (1902 – 1915)
Iskandar Muhammad Jabir syah (1929 – 1975)
Drs. Haji Mudaffar Syah (Mudaffar II) (1975)

Itulah Sejarah Singkat Kerajaan Islam Kesultanan Tidore. Semoga bermanfaat.

Sumber referensi :
http://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Ternate 

No comments:

Post a Comment